SudutMakasssar.id, MAKASSAR – Upaya Pemerintah Kota Makassar memperkuat karakter generasi muda melalui kurikulum budaya lokal mendapat dukungan penuh dari berbagai pihak. Salah satunya datang dari Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) Muda Sulawesi Selatan, yang menyatakan komitmen untuk bersinergi dengan Pemkot.
Dukungan ini disampaikan saat pengurus ICMI Muda Sulsel, dipimpin Dr. Muhammad Tang Iskandar (Ketua Umum) bersama Dr. Abdul Aziz Ilyas (Sekretaris Umum), bertemu dengan Wali Kota Makassar, Munafri Arifuddin di Balai Kota Makassar, Rabu (1/10/2025).
“Kami ICMI Muda Sulawesi Selatan memberikan dukungan penuh terhadap langkah Pemkot Makassar di bawah kepemimpinan Wali Kota Munafri Arifuddin, dalam menghadirkan kurikulum berbasis budaya lokal serta penguatan nilai sopan santun di tingkat SD dan SMP,” ujar Abdul Aziz.
Menurutnya, mayoritas pengurus ICMI Muda adalah akademisi, baik dosen maupun guru. Karena itu, keterlibatan organisasi ini menjadi bentuk tanggung jawab moral dalam mengawal pendidikan karakter generasi muda.
ICMI Muda menilai gagasan Wali Kota Makassar tentang pentingnya menjaga kearifan lokal sangat relevan. Budaya tutur seperti “tabe”, “siapakatau”, hingga “sepakaige” perlu dilestarikan, salah satunya melalui jalur pendidikan formal.
Selain dukungan di bidang pendidikan, ICMI Muda juga siap terlibat dalam program sosial dan keagamaan, termasuk kegiatan pengelolaan sampah pada momentum Hari Sumpah Pemuda, 18 Oktober mendatang.
Sementara itu, Wali Kota Munafri Arifuddin menyambut baik sinergi dengan ICMI Muda. Menurutnya, penguatan kurikulum budaya lokal menjadi fondasi penting untuk mencetak generasi cerdas dan berakhlak mulia.
“Kehadiran ICMI Muda Sulsel menjadi kekuatan tambahan bagi Pemkot dalam mewujudkan visi pendidikan yang lebih berkarakter dan berbudaya. Identitas lokal harus tetap hidup dalam pendidikan formal,” jelas Munafri.
Ia juga menekankan bahwa kemajuan daerah ditentukan oleh kualitas pendidikan dan kesejahteraan guru. Pemkot Makassar berkomitmen memperkuat riset dan forum diskusi agar program-program tidak hanya bersifat insidental, tetapi berkelanjutan.
“Termasuk gagasan kurikulum bahasa lokal dengan konten yang lebih kontekstual,” pungkasnya.