Deskripsi gambar

Akrobat Keuangan PDAM Tarakan: Tahun 2024 Laba Mendadak Naik, Tapi Dongkrak Tarif Abonemen, Publik Tercekik

Soewitno Kadji, Sekretaris PUKAT Universitas Patria Artha, menuding manajemen PDAM Tarakan memanipulasi kebijakan keuangan lewat koreksi penyusutan aset Rp18 miliar yang membuat perusahaan tiba-tiba untung, namun tetap menaikkan tarif abonemen hingga Rp26.000 per pelanggan

SudutMakassar.id, TARAKAN – Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tarakan menjadi sorotan setelah mendadak membukukan laba bersih Rp15,2 miliar pada 2024, padahal hingga 2023 selalu merugi.

Kenaikan laba disebut terjadi karena koreksi penyusutan aset senilai Rp18 miliar. Gubernur Kalimantan Utara sebelumnya sempat menyurati manajemen agar memperbaiki kinerja perusahaan daerah tersebut.

Sekretaris Pusat Kajian dan Advokasi Transparansi (PUKAT) Universitas Patria Artha, Soewitno Kaji, menyebut langkah PDAM Tarakan sebagai “akrobatik” keuangan.

“Jika selama ini perhitungan penyusutan aset terlalu besar sehingga menambah beban biaya dan membuat rugi, maka koreksi itu seharusnya diikuti penurunan tarif air, bukan malah menaikkan tarif abonemen,” kata Soewitno Kaji, Senin (15/9/2025).

PDAM Tarakan sempat menaikkan tarif abonemen dari Rp15.500 menjadi Rp26.000 per pelanggan per bulan pada awal 2025. Dengan 49.000 pelanggan aktif, potensi tambahan pendapatan diperkirakan mencapai Rp759 juta per bulan.

“Secara total, itu berarti sekitar Rp1,27 miliar tambahan pendapatan setiap bulan. Kebijakan ini sangat tidak rasional dan tidak menunjukkan empati terhadap kondisi ekonomi masyarakat,” lanjut Soewitno.

Meski pengumuman kenaikan tarif kemudian dibatalkan melalui jumpa pers yang dihadiri Wali Kota Tarakan selaku Kuasa Pemilik Modal (KPM), dana yang sempat masuk ke kas perusahaan tetap menimbulkan polemik.

Wali Kota menyebut kelebihan pembayaran akan dikompensasikan pada pemakaian air bulan berikutnya, namun publik menilai pengembalian itu lambat dan tidak seimbang dengan denda yang diberlakukan bagi pelanggan yang menunggak.

Soewitno mendukung suara KNPI Tarakan, beberapa LSM, dan Ombudsman yang menilai kebijakan ini tidak transparan dan seharusnya disosialisasikan lebih dulu sebelum diterapkan. Ia juga menyoroti rencana pemberian dividen dari laba bruto PDAM, yang dinilainya bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2017 tentang Badan Usaha Milik Daerah, khususnya penjelasan Pasal 102.

“Lebih baik menurunkan tarif abonemen menjadi Rp7.500 saja jika tujuannya sekadar pemeliharaan dan penggantian meter air,” tegasnya.

Deskripsi gambar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Deskripsi gambar