Deskripsi gambar

Dengar Aspirasi Warga, Munafri: Proyek Jangan Rugikan Rakyat

Pemkot Makassar Tunggu Regulasi Baru soal PSEL

SudutMakassar.id, MAKASSAR – Di tengah padatnya agenda pemerintahan, Wali Kota Makassar, Munafri Arifuddin, tetap meluangkan waktu untuk mendengarkan suara warganya.

Suara masyarakat selalu menjadi prioritas. Hal itu terlihat ketika sekelompok warga dari berbagai komunitas di Tamalanrea datang menyampaikan keresahan terkait rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) atau Proyek PSEL PT Sarana Utama Synergy (PT SUS).

Aspirasi Warga Tamalanrea

Warga menyuarakan penolakan karena khawatir terhadap dampak lingkungan, kesehatan, dan masa depan generasi mendatang. Aspirasi tersebut disampaikan langsung di ruang pertemuan Balai Kota, Selasa (19/8/2025).

Munafri menyambut aspirasi itu dengan penuh perhatian. Baginya, pembangunan memang penting, namun mendengar suara warga jauh lebih utama agar kebijakan tidak menimbulkan masalah sosial maupun hukum.

“Kami Pemkot Makassar tetap menunggu kejelasan regulasi pusat sekaligus memastikan setiap keputusan tidak lepas dari aspirasi masyarakat,” ujar Munafri.

Pemkot Tegaskan Sikap

Dalam pertemuan yang juga dihadiri Sekda, Kadis DLH, Kadis PU, Kadis Tata Ruang, Kepala Inspektorat, serta Kadis PTSP, Munafri menegaskan bahwa pemerintah kota tidak akan mengabaikan aspirasi masyarakat.

Menurutnya, pembangunan harus berjalan seiring dengan kepentingan warga. Pemerintah tidak bisa serta-merta menolak atau melanjutkan proyek tanpa kajian.

“Tapi yang pasti, saya tetap mendengar aspirasi masyarakat dan tidak ingin warga dirugikan,” tegas Munafri saat menerima audiensi Gerakan Rakyat Menolak Lokasi Pembangunan PLTSa.

Tunggu Regulasi Baru

Munafri menjelaskan bahwa Pemkot sedang berkonsultasi dengan kementerian terkait untuk memastikan dasar hukum proyek PSEL. Regulasi sebelumnya berada di bawah Kemenko Marves yang kini sudah tidak ada. Ke depan, pengelolaan PSEL disebut akan ditangani oleh Kementerian Koperasi Pangan dan Kementerian Lingkungan Hidup.

“Saya sudah bertanya ke kementerian, apakah masih tunduk pada Perpres 35 atau tidak. Ini agar tidak ada masalah hukum maupun persoalan lingkungan di kemudian hari. Saat ini kita menunggu Perpres baru,” jelasnya.

Soroti Skema KPBU dan Anggaran

Menurut Munafri, ada fenomena baru dalam proyek ini, yakni skema KPBU yang menyerap APBD cukup besar. Padahal, anggaran itu seharusnya bisa diperkuat untuk pengelolaan sampah di masyarakat, bukan hanya produksi listrik.

Ia juga menyoroti legalitas lahan. Jika tanah yang disiapkan masih bermasalah atau bersengketa, tentu proyek tidak bisa dibangun di atasnya.

Alternatif Pengelolaan Sampah

Sebagai solusi, Pemkot mendorong pengelolaan sampah berbasis wilayah dengan fokus pada pemisahan dan pengolahan sampah organik. Uji coba sudah dilakukan melalui penyediaan insinerator ramah lingkungan di tingkat kelurahan dan kecamatan.

“Kalau kita mampu kelola sampah organik, jumlah sampah yang tersisa tidak akan cukup lagi untuk PLTSa. Jadi lebih baik kita kelola langsung di sumbernya,” katanya.

Bawa Aspirasi ke Pemerintah Pusat

Munafri dijadwalkan menghadiri rapat koordinasi di Jakarta bersama sejumlah kepala daerah sebelum 26 Agustus. Ia akan menyampaikan tiga hal utama: persoalan lingkungan, legalitas administrasi, dan pemilihan lokasi.

Menurutnya, sikap Pemkot bukan menolak investasi, melainkan memastikan investasi tidak merugikan masyarakat. “Kalau investasi justru merugikan masyarakat, lebih baik tidak ada investasi sama sekali,” tegasnya.

Pembangunan Harus Sesuai Aturan

Wali Kota menegaskan bahwa proyek PSEL tidak boleh dipaksakan jika dasar hukum belum jelas. Kajian mendalam perlu dilakukan agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari.

“Dasar pembangunan itu aturan yang lengkap. Kalau aturan tidak sesuai kaidah, pembangunan tidak boleh dilanjutkan,” ujarnya.

Kapasitas Sampah Harus Dikaji

Munafri meminta Pemkot menyiapkan kajian terkait kapasitas sampah. Dari total 1.000–1.300 ton per hari, lebih dari 50 persen adalah sampah organik yang sulit dijadikan bahan bakar listrik 20–25 MW.

“Apakah kapasitas sampah cukup? Kalau tidak, apakah harus ambil dari daerah lain? Ini harus dikaji serius,” tegasnya.

Fokus Kelola Sampah di TPA

Munafri menilai pengelolaan sampah sebaiknya difokuskan pada sumbernya, baik di masyarakat maupun di TPA Tamangapa. Saat ini, TPA sudah menumpuk hingga ketinggian 16 meter di atas lahan 19,1 hektare.

Ia menegaskan bahwa hingga kini Pemkot belum mengambil langkah terkait proyek PSEL karena statusnya sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN).

“Proyek ini sudah dalam kerangka PSN. Tapi saya ingin memastikan semua kajian, aturan, dan dampaknya jelas sebelum ada keputusan final,” katanya.

Kekhawatiran Warga

Sementara itu, warga Tamalanrea, Jamaludin, menyampaikan keresahan karena lokasi PLTSa berada dekat permukiman dan sekolah.

“Kami apresiasi Pak Wali Kota yang menegaskan pemerintah berpihak kepada masyarakat dan akan membawa persoalan ini ke Jakarta,” ujarnya.

Warga khawatir terhadap pencemaran lingkungan dan kesehatan karena lokasi hanya 100 meter dari rumah dan sekolah berisi 1.000 siswa.

DPRD Juga Menolak

Sebelumnya, DPRD Makassar juga menyatakan keberatan atas pembangunan PLTSa di kawasan permukiman. Warga bahkan menyoroti adanya pengeboran meski izin resmi belum terbit.

Mereka berharap pemerintah pusat dan daerah meninjau kembali proyek agar tidak merugikan masyarakat.

Poin Kekhawatiran Warga

1. Permukiman ±8.500 jiwa dan bau busuk dari 1.300 ton sampah per hari.

2. Abu terbang penyebab ISPA. Studi kasus PLTSa Benowo menunjukkan ISPA naik dua kali lipat.

3. Suara bising 50–60 db dari dua turbin yang berjarak <200 m dari pemukiman.

4. Hasil pembakaran menghasilkan dioksin, furan, dan logam berat penyebab kanker.

5. Lindi berpotensi mencemari air tanah dan menimbulkan bau.

Deskripsi gambar
Deskripsi gambar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Deskripsi gambar